Jakarta, buanainformasi.tv — Insiden mengerikan yang terjadi tak jauh dari Gedung DPR-RI, saat sebuah kendaraan taktis (rantis) milik Korps Brimob jenis Rimueng menabrak pendemo hingga tewas, di area depan Rumah Susun Bendungan Hilir II, Jakarta Pusat. 

 

“Apakah Masuk Akal Petugas dalam Rantis Rimueng yang sedemikian tangguh menabrak Pendemo dalam Situasi Tidak Genting?”

 

Insiden tidak bisa dianggap sebagai kecelakaan biasa. Dalam konteks hukum, teknis kendaraan, dan logika operasional, kejadian ini menyisakan tanda tanya besar yang harus dijawab secara jujur dan terbuka oleh aparat serta negara.

 

RANTIS RIMEUNG: SPESIFIKASI YANG MEMBUKTIKAN KETAHANAN

 

Rantis Rimueng (juga dikenal sebagai DAPC-1 Wolf 4×4) adalah kendaraan lapis baja buatan Korea Selatan (Daeji P&I), yang dimodifikasi untuk kebutuhan Brimob.

Spesifikasi Utama:

• Bobot: 12–14 ton

• Bodi dan Kaca: Full armor berstandar NIJ Level III

• Kapasitas: 4 personel dalam kabin, hingga 8 di luar

• Material:

• Baja: 10–15 mm

• Kaca antipeluru: 30–40 mm laminated polycarbonate-glass

Ketahanan:

• Tahan terhadap peluru kaliber 7,62 mm (AK-47, M14, FN FAL)

• Tidak dapat ditembus lemparan batu, senjata tajam, atau kerumunan

• Tidak tahan terhadap:

• Peluru armor-piercing (AP)

• Granat tangan, RPG, atau bom (IED) – kecuali dilengkapi lantai anti-ledakan dan perlindungan tambahan

 

Namun, senjata seperti RPG dan peluru AP tidak ditemukan dalam aksi unjuk rasa di depan DPR.

 

PERATURAN HUKUM: APAKAH TINDAKAN INI SAH DAN MASUK AKAL?

 

Perkapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa

• Dalmas dibagi dalam tiga tahapan:

1. Dalmas Awal → Persuasif dan tanpa perlengkapan berat

2. Dalmas Lanjut → Peralatan lengkap, termasuk tameng dan gas air mata

3. PHH (Brimob) → Hanya saat situasi benar-benar darurat (Situation Red)

• Tindakan represif harus didahului negosiasi dan peringatan

• Penggunaan Rantis termasuk bagian dari PHH → tidak boleh digunakan dalam situasi unjuk rasa damai tanpa eskalasi ekstrem

Perkapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan

• Mengatur 6 level kekuatan:

1. Kehadiran fisik

2. Perintah lisan

3. Kendali tangan kosong lunak

4. Kendali keras

5. Senjata non-mematikan

6. Senjata mematikan (opsi terakhir)

 

Penggunaan kendaraan lapis baja untuk menabrak warga sipil jelas masuk dalam kategori kekuatan mematikan dan hanya bisa dibenarkan bila nyawa petugas atau masyarakat benar-benar terancam.

 

Penggunaan kekuatan mematikan wajib dilaporkan tertulis kepada atasan langsung.

 

TIDAK ADA ALASAN UNTUK MENGGUNAKAN NARASI PETUGAS DALAM SITUASI TERTEKAN SECARA PSIKOLOGIS ATAU MERASA TERANCAM?

 

Dengan spesifikasi Rimueng yang tahan peluru tempur dan logika situasi di lapangan, tidak masuk akal jika aparat merasa terancam hanya karena dikerumuni pendemo yang tidak bersenjata. Peristiwa ini lebih tepat disebut sebagai pelanggaran prosedur dan potensi tindak pidana kekerasan berlebihan oleh aparat.

 

TUNTUTAN AJOI: INVESTIGASI TERBUKA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENUH

 

Aliansi Jurnalistik Online Indonesia menyatakan bahwa:

1. Insiden ini harus diselidiki secara independen, terbuka, dan menyeluruh.

2. Harus ada sanksi hukum dan etik bagi siapa pun yang terlibat dalam pengambilan keputusan atau eksekusi tindakan.

3. Evaluasi SOP penggunaan kendaraan taktis dalam aksi damai harus dilakukan.

4. Preseden ini tidak boleh dibiarkan tanpa pertanggungjawaban.

 

JIKA HARI INI PENDEMO YANG DITABRAK, LALU BESOK APA LAGI?

 

"Kami di AJOI menolak diam atas pembiaran penggunaan kekuatan berlebihan terhadap rakyat yang menggunakan hak konstitusionalnya. Rantis diciptakan untuk melindungi negara dari ancaman bersenjata, Bukan untuk membungkam suara rakyat.

 

Jika logika hukum dan kemanusiaan bisa diabaikan hari ini, maka tidak ada jaminan besok jurnalis atau kebebasan pers tidak menjadi korban selanjutnya." Ujar Rival Achmad Labbaikab Ketua Umum Aliansi Jurnalistik Online Indonesia (AJOI).

 

Editor : Zul HR